Rabu, 13 November 2013

Faros dan Farosah




Ini memang gila, aku tidak pernah mencintai perempuan sekuat ini lebih dari sebelumnya. Aku kira ini hanya sebuah angan-angan, tapi ini sebuah rasa yang nyata. Mencintainya membuat getaran-getaran dahsyat dalam hatiku bila berjumpa dengannya, ibarat topan menerjang kuat meluluh lantakan setiap apa yang diterjangnya. Memang aku ini kurang pergaulan, tapi setidaknya aku bisa membedakan mana perempuan “bodoh” dan mana perempuan “cerdas”.
Apa yang terlihat dari mataku, kulihat ia perempuan “sempurna”. Ya itu kata hatiku, bukan kata orang lain. Aku memang suka gadis yang “sempurna”, sempurna dalam berbusana dan sempurna dalam bersikap.
Kata kawanku “mengapa kau mengaguminya faros, masih banyak perempuan yang lebih “hebat” dari dia?”.
Aku jawab “setiap sisi dari perempuan ada satu kebaikan yang kita tahu, tapi di sisi lain kita tidak mengakui kebaikan yang tersembunyi dari perempuan itu karena ketidaktahuan sepengetahun mata, telinga, dan memori otak kita”
Ada kawan lain lagi yang bilang “perempuan baik tidak harus berkerudung besar dan memakai gamis, perempuan tidak berkerudung ada yang jauh lebih baik dari itu”
Akupun menjawabnya dengan enteng “setidaknya orang yang memakai kerudung besar dan memakai gamis jauh selangkah lebih baik dari orang yang tidak berkerudung. kalau ada orang mengatakan bahwa perempuan tidak berkerudung lebih baik dari orang yang berkerudung besar dan memakai gamis maka perlu dipertanyakan kesehatan hati dan akalnya”
Membicarakan perempuan yang aku kagumi itu tidak pernah ada habisnya
-Farosah-
Perempuan berkacamata, berkerudung besar, memakai gamis. Perempuan mempunyai nama lengkap Nurul Farosyah jannah ini seorang aktivis lembaga dakwah kampus atau istilah kerennya LDK. Orangnya cerdas dan mudah bergaul dengan siapa saja, baik “akhwat” ataupun “ikhwan”. Ada yang bilang wajahnya mirip penyanyi pop arab Myriam Fares asal lebanon, gak kebayang kan cantiknya.
Ada ungkapannya yang sering aku ingat saat ia mengisi kajian di LDK “laki-laki yang pantas mendapatkan perempuan solihah adalah lelaki yang bertanggung jawab atas apa yang dicintainya, patuh terhadap Allah, dan menjauhi prasangka buruk dan berkata buruk”.
Perempuan yang suka warna biru laut dan boneka doraemon ini mampu membuat hatiku bergetar, ibarat suara guntur menggetarkan hatiku. Ah.. begitu sempurnanya di mataku.
-Faros-
Faros, begitulah panggilanku. Kata orang sih aku mirip aktor, model, dan pemain telenovela dari turki yaitu Birkan Sokulu. Tapi penilaian orang itu relatif. Semua orang berhak menilai.
Aku mengagumi sosok perempuan yang bernama farosah. Ya sejak aku kuliah, aku mengaguminya. Dari sosoknya, ia adalah perempuan dalam angan-anganku selama ini, yang aku idam-idamkan. Ya memang aku suka perempuan berkerudung besar dan memakai gamis. Perempuan seperti itulah yang aku cintai.
Aku hanya laki-laki biasa, agak kurus, tinggi,  kata orang aku ini “pandai”. Tapi bagiku “kepandaian”ku itu tidak muncul langsung begitu saja, tapi melalui proses. proses yang sangat rumit, butuh berfikir dan bertindak.
Ya itulah aku. Aku yang selalu mengagumi farosah dan mencintainya.
**************************
Berawal aku ikut kegiatan organisasi ekstrakampus di batu malang. Hati ini berteriak “aku mencintainya, aku mengaguminya”. Perempuan itu seolah melempar senyum padaku. Aku menjadi malu dan langsung menundukkan pandanganku. Hati ini tetap berteriak “udahlah faros dekati dia, kenali, lalu nikahi dia”. Kalau soal nikah aku pikir-pikir dulu, sebab aku tidak sembarangan menikah dengan perempuan. Aku ingin mengenalnya secara sempurna, tapi tidak melanggar agama tentunya. Sudah beberapa kali aku gagal mengenal perempuan, kalau istilah islami ya “ta’aruf” kalau istilah remaja ya “pacaran”. Ya pemikiran seseorang dalam mengungkapkan dan menilai sesuatu itu berbeda-beda. Jadi salah tidaknya dalam tingkah laku manusia itu tergantung hati, akal, dan tingkah lakunya.
Kegagagalan awal dari kesuksesan, itu sering diucapkan orang. Tapi dalam kamus hidupku sementara ini ungkapan itu tak melekat dalam hidupku justru yang muncul ungkapan “kegagalan awal dari kegagalan berikutnya”, Miris kan hidupku saat ini. Tapi aku percaya bahwa Allah mempunyai rencana lain buat hamba-Nya yang berikhtiar mencari jodoh.
Inilah kegagalanku dalam ikhtiar mencari jodoh. Pertama, aku pernah mencintai perempuan tetangga desa namanya Zahro, aku jadian dengannya. anaknya kyai (orang-orang menyebut gitu di desanya) yang sering memberi ceramah di masjid. Anaknya tinggi dan wajahnya cantik. Cinta itu tak bertahan lama karena si dianya diancam temannya kalau dia masih hubungan sama aku, katanya dia “dipecat” jadi temannya. Walah-walah.. teman sangat arogan banget. Usut punya usut, ternyata temannnya itu tidak suka aku gara-gara aku pernah mencintai sahabatnya. Kedua, aku pernah mencintai perempuan tetangga desa juga namanya Yuni. Aku jadian dengannya. Body anak itu agak gemuk, hidung agak mancung, tapi manis wajahnya (eiit.. bukan ditaburi gula ya mukanya). Bersama perempuan ini aku gagal juga karena dibohongi. Padahal tidak ada masalah apa-apa, itulah yang membuat aku penasaran sampai sekarang. Ketiga, aku pernah mencintai perempuan tetangga desa lagi namanya Maria. Ia sangat mencintaiku, tapi tidak berapa lama ia mutusin aku. Aneh kan padahal saat itu aku tidak pernah berbuat kesalahan apa-apa padanya. Keempat, aku pernah mencintai perempuan seberang kecamatan namanya Zaidah. Ia sangat mencintaiku. Tapi karena salah paham, aku ditinggalkan. Kelima, aku pernah mencintai perempuan asal probolinggo Namaya Naila. Ia sangat mencintaiku. Tanpa sebab ia meninggalkanku. Yang terakhir ini aku lagi jatuh hati pada seorang gadis dari pesisir namanya farosah, tapi dalam proses untuk mendapatkan “service” hatinya.
Hatiku berontak “lupakanlah mantan-mantanmu yang pernah menyakitimu, mereka semua sahabatmu. Sekarang kau pikirkan untuk menarik hati farosah agar ia mencintaimu dengan tulus. Siapkan langkah-langkah yang sistematis untuk mendapatkannya, ia bukan wanita sembarangan”. Betul juga kata hatiku. Tapi nuraniku juga berontak pada hatiku “tergesa-gesa perbuatan setan, dan pemaksaan merupakan kedoliman”. Nuraniku terus “berperang” dengan kata hatiku.
*****************************
Hatiku ini tetap memaksaku untuk mendapatkan hati perempuan itu. Hingga akal sehatku ikut-ikutan mendukung hatiku. Nuraniku sebenarnya berontak menentang si dua begundal itu yang makin tidak waras. Yang namanya satu lawan dua, secara nalar pasti satu kalah lawan dua.
Siang itu aku makan di sebuah tempat makan. Kebetulan aku sendirian. Tanpa direncanakan perempuan itu datang melintas di depanku. Hatiku berkata “tuh farosah, dekatia aja sana”, akal sehatku juga ikut berkata “bener faros, langsung saja datangi dia biar tidak kedahuluan laki-laki lain”, nuraniku marah-marah “wahai hati dan akal sehat, bantulah aku untuk selalu dekat dengan Allah, bukan dekat dengan kemaksiatan”. Apa jawaban mereka berdua? Begini jawabnya “sok alim kamu, hahahha” sambil tertawa terpingkal-pingkal. Nuraniku mulai menjadi budak hati dan akal sehatku. Melihat farosah duduk sendirian di meja kosong, aku menghampirinya.
“Assalamu ‘alaikum, bolehkah saya duduk di satu meja dengan anda” tanyaku
“Wa’alaikumussalam...silahkan mas” farosah mempersilahkanku
Ia sempat memperhatikanku sejenak. Aku menundukkan pandanganku karena malu.
“oh iya, mas kan pernah ikut kegiatan ekstra kemarin ya?” tanyanya
“iya ” jawabku datar dengan sedikit senyuman
Aku terus berbincang-bincang dengannya. Ternyata apa yang telah dijelaskan teman-temanku itu benar. Ia memang gadis dari salah satu daerah di pesisir, punya saudara dua, keduanya perempuan, satunya bernama Aisyah dan satunya lagi bernama fatimah. Orang tuanya mempunyai toko busana muslim. Ia hidup di keluarga yang taat beragama. Hatiku senangnya buka main “hei nurani, apa kataku tadi, farosah mau menanggapinya kan. Faros akhirnya bisa bicara juga dengannya”, nuraniku marah-marah “wahai hati yang sok tahu, berdua-dua’an itu perbuatan setan, meski di sekelilingnya ada banyak orang”. Akal sehatkuku berontak “itu tidak apa-apa, nurani. Di sekeliling faros dan farosah ada banyak orang, itu namanya bukan berdua-duaan, tapi berpuluhan hahaha...” akal sehatkuku tertawa terpingkal-pingkal. Nuraniku diam saja dan mengikuti skenario hati dan akal sehatku.
“boleh saya memintak nomer hape kamu?” tanyaku
“boleh.. 08**********”
“sukron ya” ucapku berterima kasih
“’Afwan” jawabnya
Nuraniku kecewa sebab hati dan akal sehatku telah berhasil mengalahkannya. Aku senang sudah selangkah mendapatkan farosah, tapi ini masih perlu perjuangan karena nuraniku terus merontah-rontah. Baginya bahwa perbuatanku itu sudah melanggar aturan Allah. Namun hati dan akal sehatku tetap meyakinkanku bahwa itu bagian dari proses “ta’aruf”. Nuraniku tetap memberontak kepada hati dan akal sehatku “jangan labeli berdua-duaan dengan kata-kata ta’aruf. Setan itu memang halus menggoda manusia, buktinya wahai hati dan akal sehat, kalian kini jadi budak setan
Setelah aku mendapatkan nomer handphonenya, aku masih ragu-ragu untuk menghubunginya. Hatiku membujukku “sudahlah jangan ragu... kapan lagi kau bisa mendekatinya”. Nuraniku menyahut “sudahlah hati.. kau jangan ganggu faros, suatu saat nanti kau pasti tidak akan dihiraukannya”. Akal sehatku hanya ketawa-ketiwi.
Aku mengirim pesan singkat padanya,
“hati ini ciut nyali seperi kapas, bukan juga bernyali seperti pejuang. Aku bukan lelaki lemah, dan bukan pula lelaki kuat. Aku lelaki pemalu, bukan berarti aku malu-maluin. Kata bang haji “hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga”. Kata radja “aku ada karena kaupun ada”. Kata ada band “karena wanita ingin dimengerti”. Malu adalah kelemahanku”
Ia membalas pesan singkatku,
“ kata-katamu itu tak berarti apa-apa buatku. Aku takut bila Allah menegurku. Teguran Allah itu menyakitkan, tapi menyadarkan manusia. Ombak tidak akan terjadi bila Allah tak menggerakan dengan anginnya. Tapi ombak permukaan laut tak lebih hebat dari gelombang bawah laut. Semuanya itu karena kuasa-Nya begitu juga jika Allah menyatukan dua insan yang saling cinta”
Aku mengirim pesan singkat lagi,
“apakah berarti engkau tertarik denganku?”
Ia membalas pesan singkatku,
“cinta?, sedinikah itu kau mengirim cinta untukku. Apakah engkau tak malu kepada Allah?”
Nuraniku senangnya bukan main “wahai hati dan akal sehat, lihatlah bahwa farosah wanita mulia, pasti nuraninya mengalahkan kawan-kawanmu di sana”. Hatiku dengan sedikit kecewa berkata “jangan senang dulu wahai nurani, kau belum menang. Buktinya faros masih mengejar-ngejar farosah”. Akal sehatku berkata “wahai nurani jangan menjadi orang ya goblok, permainan kita masih belum selesai. Secara nalar masih bisa diprediksikan bahwa faros akan tetap mengejar-ngejar Farosah sampai dapat hahaha..”. akal sehatku tertawa terbahak-bahak. Nuraniku menanggapinya “hanya kegagalan yang kalian dapat nantinya, semoga Allah menggagalkan cara-cara maksiat kalian untuk memperdaya faros”. Hati dan akal sehatku terus tertawa.
Aku mengirim pesan singkat lagi untuk menjawabnya,
“ya aku malu kepada Allah, tapi apa yang aku lakukan detik ini untuk mengungkapkan cinta kepadamu adalah takdir”
Ia membalas,
“ini memang takdir tapi itu bukan hal yang mendasarimu untuk mengungkapannya, pasti karena hawa nafsu. Cinta yang belum halal akan merugikan dua manusia yang berbeda. Setan memang halus menggoda manusia, tapi kita tidak pernah menyadari dampak ke depannya. Kita hanya memikirkan kesenangan saat ini dan tidak memikirkan kebahagiaan sesudah mati”
aku akhirnya sadar karena pesan singkat terakhir yang dikirimnya. Aku malu kepada Allah yang telah melihat perbuatanku hari ini. Mengungkapkan rasa cinta kepada perempuan memang nyaman pada mulanya, tapi akhirnya akan membuat malapetaka. Nuraniku tertawa terbahak-bahak “hahahahaha...”. dengan ketus hatiku berkata “hai nurani, kenapa kau tertawa?”. Nuraniku menjawabnya “aku sudah menang wahai hati. Nurani farosah telah membantuku untuk melumpuhkan kamu dan akal sehat”. Akal sehatku hanya diam saja dan tidak bisa berbuat apa-apa karena ia sudah tahu bahwa dirinya telah kalah telak bersama hatiku dari nuraniku.


PENULIS: Heri Istanto

Daging Ayam


Langit siang ini sangat cerah. hembusan angin terasa sejuk. Rerumputan di taman kampus tampak subur. Ia sedang duduk di kursi taman kampus.
“assalamu ‘alaikum” kawannya datang. Amir panggilannya
“wa’alaikum salam” jawabnya
“afwan akhi ini ada bingkisan makanan dari adikku, zahrah”
Ia menerimanya dan membukannya. Raut wajahnya tampak tak senang.
“ini daging ayam kan?” tanyanya karena melihat dua potongan daging
“akhi ihsan tidak suka?” tanya amir
“saya ingin mengikuti ketauladanan nabi yang tidak pernah memakan ayam”
“bukankah ayam halal?” tanya amir untuk meyakinkan ihsan untuk memakan daging ayam pemberian adiknya itu
“setahu saya ayam termasuk burung yang bercakar. Nabi pernah bersabda atas pelarangan makan setiap burung yang bercakar.”
“bukankah ulama mengartikan cakar itu dengan cengkram?”
“di kamus bahasa arab-indonesia kata mikhlab bukanlah cengkram, tapi cakar”
Kebetulan ada kucing melintas di depan mereka. Daging ayam goreng itu diberikan kepada kucing oleh amir. Ihsan  memakan nasi beserta lauknya yaitu tempe dan sayur-sayuran dari pemberian adiknya amir.
Setelah makan, ihsan mengajak amir jalan ke kontrakannya yang tidak jauh dari kampus. ia memberi penjelasan kepada amir
“Setiap tidak dimakan Nabi pasti ada hikmahnya yang bisa kita ambil. Menurut WHO bahwa daging ayam tidak layak dikonsumsi oleh manusia. Setiap daging yang diharamkan pasti ada kandungan gizi yang baik, contohnya ayam. Setiap binatang buas bertaring dan burung bercakar yang dilarang dimakan dalam islam tidak merubah ketetapan keharamannya menjadi halal lantasan karena kandungan gizinya baik.”
“Sukron katsir akhi atas ilmunya hari ini” ucap amir
“’afwan akhi. Dan saya juga sangat berterima kasih atas pemberian makannya”
Mereka sampai di kontrakan.
“saya mulai detik ini tidak makan daging ayam lagi” ucap amir meyakinkan
“semoga kita menjadi orang-orang yang selalu mengikuti perilaku Rosulullah, sebab dalam diri Rosulullah ada teladan yang baik” doa ihsan.

PENULIS: Heri Istanto