Ini memang gila, aku tidak pernah mencintai perempuan sekuat ini
lebih dari sebelumnya. Aku kira ini hanya sebuah angan-angan, tapi ini sebuah
rasa yang nyata. Mencintainya membuat getaran-getaran dahsyat dalam hatiku bila
berjumpa dengannya, ibarat topan menerjang kuat meluluh lantakan setiap apa
yang diterjangnya. Memang aku ini kurang pergaulan, tapi setidaknya aku bisa
membedakan mana perempuan “bodoh” dan mana perempuan “cerdas”.
Apa yang terlihat dari mataku, kulihat ia perempuan “sempurna”. Ya
itu kata hatiku, bukan kata orang lain. Aku memang suka gadis yang “sempurna”,
sempurna dalam berbusana dan sempurna dalam bersikap.
Kata kawanku “mengapa kau mengaguminya faros, masih banyak
perempuan yang lebih “hebat” dari dia?”.
Aku jawab “setiap sisi dari perempuan ada satu kebaikan yang kita
tahu, tapi di sisi lain kita tidak mengakui kebaikan yang tersembunyi dari
perempuan itu karena ketidaktahuan sepengetahun mata, telinga, dan memori otak
kita”
Ada kawan lain lagi yang bilang “perempuan baik tidak harus
berkerudung besar dan memakai gamis, perempuan tidak berkerudung ada yang jauh
lebih baik dari itu”
Akupun menjawabnya dengan enteng “setidaknya orang yang memakai
kerudung besar dan memakai gamis jauh selangkah lebih baik dari orang yang
tidak berkerudung. kalau ada orang mengatakan bahwa perempuan tidak berkerudung
lebih baik dari orang yang berkerudung besar dan memakai gamis maka perlu
dipertanyakan kesehatan hati dan akalnya”
Membicarakan perempuan yang aku kagumi itu tidak pernah ada
habisnya
-Farosah-
Perempuan berkacamata, berkerudung besar, memakai gamis. Perempuan
mempunyai nama lengkap Nurul Farosyah jannah ini seorang aktivis lembaga dakwah
kampus atau istilah kerennya LDK. Orangnya cerdas dan mudah bergaul dengan
siapa saja, baik “akhwat” ataupun “ikhwan”. Ada yang bilang wajahnya mirip
penyanyi pop arab Myriam Fares asal lebanon, gak kebayang kan cantiknya.
Ada ungkapannya yang sering aku ingat saat ia mengisi kajian di LDK
“laki-laki yang pantas mendapatkan perempuan solihah adalah lelaki yang
bertanggung jawab atas apa yang dicintainya, patuh terhadap Allah, dan menjauhi
prasangka buruk dan berkata buruk”.
Perempuan yang suka warna biru laut dan boneka doraemon ini mampu
membuat hatiku bergetar, ibarat suara guntur menggetarkan hatiku. Ah.. begitu
sempurnanya di mataku.
-Faros-
Faros, begitulah panggilanku. Kata orang sih aku mirip aktor,
model, dan pemain telenovela dari turki yaitu Birkan Sokulu. Tapi penilaian
orang itu relatif. Semua orang berhak menilai.
Aku mengagumi sosok perempuan yang bernama farosah. Ya sejak aku
kuliah, aku mengaguminya. Dari sosoknya, ia adalah perempuan dalam
angan-anganku selama ini, yang aku idam-idamkan. Ya memang aku suka perempuan
berkerudung besar dan memakai gamis. Perempuan seperti itulah yang aku cintai.
Aku hanya laki-laki biasa, agak kurus, tinggi, kata orang aku ini “pandai”. Tapi bagiku “kepandaian”ku
itu tidak muncul langsung begitu saja, tapi melalui proses. proses yang sangat
rumit, butuh berfikir dan bertindak.
Ya itulah aku. Aku yang selalu mengagumi farosah dan mencintainya.
**************************
Berawal aku ikut kegiatan organisasi ekstrakampus di batu malang.
Hati ini berteriak “aku mencintainya, aku mengaguminya”. Perempuan itu
seolah melempar senyum padaku. Aku menjadi malu dan langsung menundukkan pandanganku.
Hati ini tetap berteriak “udahlah faros dekati dia, kenali, lalu nikahi dia”.
Kalau soal nikah aku pikir-pikir dulu, sebab aku tidak sembarangan menikah
dengan perempuan. Aku ingin mengenalnya secara sempurna, tapi tidak melanggar
agama tentunya. Sudah beberapa kali aku gagal mengenal perempuan, kalau istilah
islami ya “ta’aruf” kalau istilah remaja ya “pacaran”. Ya pemikiran seseorang
dalam mengungkapkan dan menilai sesuatu itu berbeda-beda. Jadi salah tidaknya
dalam tingkah laku manusia itu tergantung hati, akal, dan tingkah lakunya.
Kegagagalan awal dari kesuksesan, itu sering diucapkan orang. Tapi
dalam kamus hidupku sementara ini ungkapan itu tak melekat dalam hidupku justru
yang muncul ungkapan “kegagalan awal dari kegagalan berikutnya”, Miris kan
hidupku saat ini. Tapi aku percaya bahwa Allah mempunyai rencana lain buat
hamba-Nya yang berikhtiar mencari jodoh.
Inilah kegagalanku dalam ikhtiar mencari jodoh. Pertama, aku pernah
mencintai perempuan tetangga desa namanya Zahro, aku jadian dengannya. anaknya
kyai (orang-orang menyebut gitu di desanya) yang sering memberi ceramah di
masjid. Anaknya tinggi dan wajahnya cantik. Cinta itu tak bertahan lama karena
si dianya diancam temannya kalau dia masih hubungan sama aku, katanya dia
“dipecat” jadi temannya. Walah-walah.. teman sangat arogan banget. Usut punya
usut, ternyata temannnya itu tidak suka aku gara-gara aku pernah mencintai sahabatnya.
Kedua, aku pernah mencintai perempuan tetangga desa juga namanya Yuni. Aku
jadian dengannya. Body anak itu agak gemuk, hidung agak mancung, tapi manis
wajahnya (eiit.. bukan ditaburi gula ya mukanya). Bersama perempuan ini aku
gagal juga karena dibohongi. Padahal tidak ada masalah apa-apa, itulah yang
membuat aku penasaran sampai sekarang. Ketiga, aku pernah mencintai perempuan
tetangga desa lagi namanya Maria. Ia sangat mencintaiku, tapi tidak berapa lama
ia mutusin aku. Aneh kan padahal saat itu aku tidak pernah berbuat kesalahan
apa-apa padanya. Keempat, aku pernah mencintai perempuan seberang kecamatan
namanya Zaidah. Ia sangat mencintaiku. Tapi karena salah paham, aku
ditinggalkan. Kelima, aku pernah mencintai perempuan asal probolinggo Namaya Naila.
Ia sangat mencintaiku. Tanpa sebab ia meninggalkanku. Yang terakhir ini aku
lagi jatuh hati pada seorang gadis dari pesisir namanya farosah, tapi dalam
proses untuk mendapatkan “service” hatinya.
Hatiku berontak “lupakanlah mantan-mantanmu yang pernah
menyakitimu, mereka semua sahabatmu. Sekarang kau pikirkan untuk menarik hati
farosah agar ia mencintaimu dengan tulus. Siapkan langkah-langkah yang
sistematis untuk mendapatkannya, ia bukan wanita sembarangan”. Betul juga
kata hatiku. Tapi nuraniku juga berontak pada hatiku “tergesa-gesa perbuatan
setan, dan pemaksaan merupakan kedoliman”. Nuraniku terus “berperang”
dengan kata hatiku.
*****************************
Hatiku ini tetap memaksaku untuk mendapatkan hati perempuan itu.
Hingga akal sehatku ikut-ikutan mendukung hatiku. Nuraniku sebenarnya berontak
menentang si dua begundal itu yang makin tidak waras. Yang namanya satu lawan
dua, secara nalar pasti satu kalah lawan dua.
Siang itu aku makan di sebuah tempat makan. Kebetulan aku
sendirian. Tanpa direncanakan perempuan itu datang melintas di depanku. Hatiku
berkata “tuh farosah, dekatia aja sana”, akal sehatku juga ikut berkata
“bener faros, langsung saja datangi dia biar tidak kedahuluan laki-laki lain”,
nuraniku marah-marah “wahai hati dan akal sehat, bantulah aku untuk selalu
dekat dengan Allah, bukan dekat dengan kemaksiatan”. Apa jawaban mereka
berdua? Begini jawabnya “sok alim kamu, hahahha” sambil tertawa
terpingkal-pingkal. Nuraniku mulai menjadi budak hati dan akal sehatku. Melihat
farosah duduk sendirian di meja kosong, aku menghampirinya.
“Assalamu ‘alaikum, bolehkah saya duduk di satu meja dengan anda”
tanyaku
“Wa’alaikumussalam...silahkan mas” farosah mempersilahkanku
Ia sempat memperhatikanku sejenak. Aku menundukkan pandanganku
karena malu.
“oh iya, mas kan pernah ikut kegiatan ekstra kemarin ya?” tanyanya
“iya ” jawabku datar dengan sedikit senyuman
Aku terus berbincang-bincang dengannya. Ternyata apa yang telah
dijelaskan teman-temanku itu benar. Ia memang gadis dari salah satu daerah di
pesisir, punya saudara dua, keduanya perempuan, satunya bernama Aisyah dan
satunya lagi bernama fatimah. Orang tuanya mempunyai toko busana muslim. Ia
hidup di keluarga yang taat beragama. Hatiku senangnya buka main “hei nurani,
apa kataku tadi, farosah mau menanggapinya kan. Faros akhirnya bisa bicara juga
dengannya”, nuraniku marah-marah “wahai hati yang sok tahu,
berdua-dua’an itu perbuatan setan, meski di sekelilingnya ada banyak orang”.
Akal sehatkuku berontak “itu tidak apa-apa, nurani. Di sekeliling faros dan
farosah ada banyak orang, itu namanya bukan berdua-duaan, tapi berpuluhan
hahaha...” akal sehatkuku tertawa terpingkal-pingkal. Nuraniku diam saja
dan mengikuti skenario hati dan akal sehatku.
“boleh saya memintak nomer hape kamu?” tanyaku
“boleh.. 08**********”
“sukron ya” ucapku berterima kasih
“’Afwan” jawabnya
Nuraniku kecewa sebab hati dan akal sehatku telah berhasil
mengalahkannya. Aku senang sudah selangkah mendapatkan farosah, tapi ini masih
perlu perjuangan karena nuraniku terus merontah-rontah. Baginya bahwa
perbuatanku itu sudah melanggar aturan Allah. Namun hati dan akal sehatku tetap
meyakinkanku bahwa itu bagian dari proses “ta’aruf”. Nuraniku tetap memberontak
kepada hati dan akal sehatku “jangan labeli berdua-duaan dengan kata-kata
ta’aruf. Setan itu memang halus menggoda manusia, buktinya wahai hati dan akal
sehat, kalian kini jadi budak setan”
Setelah aku mendapatkan nomer handphonenya, aku masih
ragu-ragu untuk menghubunginya. Hatiku membujukku “sudahlah jangan ragu...
kapan lagi kau bisa mendekatinya”. Nuraniku menyahut “sudahlah hati..
kau jangan ganggu faros, suatu saat nanti kau pasti tidak akan dihiraukannya”.
Akal sehatku hanya ketawa-ketiwi.
Aku mengirim pesan singkat padanya,
“hati ini ciut nyali seperi kapas, bukan juga bernyali seperti
pejuang. Aku bukan lelaki lemah, dan bukan pula lelaki kuat. Aku lelaki pemalu,
bukan berarti aku malu-maluin. Kata bang haji “hidup tanpa cinta bagai taman
tak berbunga”. Kata radja “aku ada karena kaupun ada”. Kata ada band “karena
wanita ingin dimengerti”. Malu adalah kelemahanku”
Ia membalas pesan singkatku,
“ kata-katamu itu tak berarti apa-apa buatku. Aku takut bila Allah
menegurku. Teguran Allah itu menyakitkan, tapi menyadarkan manusia. Ombak tidak
akan terjadi bila Allah tak menggerakan dengan anginnya. Tapi ombak permukaan
laut tak lebih hebat dari gelombang bawah laut. Semuanya itu karena kuasa-Nya
begitu juga jika Allah menyatukan dua insan yang saling cinta”
Aku mengirim pesan singkat lagi,
“apakah berarti engkau tertarik denganku?”
Ia membalas pesan singkatku,
“cinta?, sedinikah itu kau mengirim cinta untukku. Apakah engkau
tak malu kepada Allah?”
Nuraniku senangnya bukan main “wahai hati dan akal sehat,
lihatlah bahwa farosah wanita mulia, pasti nuraninya mengalahkan kawan-kawanmu
di sana”. Hatiku dengan sedikit kecewa berkata “jangan senang dulu wahai
nurani, kau belum menang. Buktinya faros masih mengejar-ngejar farosah”.
Akal sehatku berkata “wahai nurani jangan menjadi orang ya goblok, permainan
kita masih belum selesai. Secara nalar masih bisa diprediksikan bahwa faros
akan tetap mengejar-ngejar Farosah sampai dapat hahaha..”. akal sehatku
tertawa terbahak-bahak. Nuraniku menanggapinya “hanya kegagalan yang kalian
dapat nantinya, semoga Allah menggagalkan cara-cara maksiat kalian untuk
memperdaya faros”. Hati dan akal sehatku terus tertawa.
Aku mengirim pesan singkat lagi untuk menjawabnya,
“ya aku malu kepada Allah, tapi apa yang aku lakukan detik ini
untuk mengungkapkan cinta kepadamu adalah takdir”
Ia membalas,
“ini memang takdir tapi itu bukan hal yang mendasarimu untuk
mengungkapannya, pasti karena hawa nafsu. Cinta yang belum halal akan merugikan
dua manusia yang berbeda. Setan memang halus menggoda manusia, tapi kita tidak
pernah menyadari dampak ke depannya. Kita hanya memikirkan kesenangan saat ini
dan tidak memikirkan kebahagiaan sesudah mati”
aku
akhirnya sadar karena pesan singkat terakhir yang dikirimnya. Aku malu kepada
Allah yang telah melihat perbuatanku hari ini. Mengungkapkan rasa cinta kepada
perempuan memang nyaman pada mulanya, tapi akhirnya akan membuat malapetaka.
Nuraniku tertawa terbahak-bahak “hahahahaha...”. dengan ketus hatiku
berkata “hai nurani, kenapa kau tertawa?”. Nuraniku menjawabnya “aku
sudah menang wahai hati. Nurani farosah telah membantuku untuk melumpuhkan kamu
dan akal sehat”. Akal sehatku hanya diam saja dan tidak bisa berbuat
apa-apa karena ia sudah tahu bahwa dirinya telah kalah telak bersama hatiku
dari nuraniku.PENULIS: Heri Istanto